Teruntuk
Seseorang,
Halo,
assalamualaikum. Namaku
Oktavia, seorang mahasiswa di salah satu universitas di Surabaya. Aku bukan
seorang pemimpi seperti mereka. Apa kamu juga seperti itu? Jika iya, kita sama.
Satu hal yang aku tahu saat aku masuk kuliah adalah; aku ingin pandai,
menemukan pekerjaan yang layak dan membahagiakan orang tua. Tapi segalanya tak
semudah teorinya. Hmm, hidup ini ternyata melelahkan ya?
Bagaimana
harimu? Apakah menyenangkan? Aku rasa semakin bertambahnya umurmu, semakin
banyak hal yang ketahui dari pengalamanmu, semakin banyak juga masalah yang kau
hadapi. Entah masalah yang kamu timbulkan sendiri atau masalah dari orang lain.
Bukan begitu? Mungkin bahkan di usia yang belia, ada di antara mereka yang
sudah bisa merasakan kerasnya hidup ini.
Aku
tidak mengenalmu, dan kita tak saling mengenal. Sama seperti aku dengan Tuhanku
dulu. Aku hanya mengikuti kata orang tua untuk melaksanakan ibadah, menyembah
Yang Kuasa sebagai wujud rasa syukur, kepatuhan, dan juga cinta pada-Nya karena
telah memberi hidup ini kepada kita. Sampai akhirnya perlahan cinta ini
benar-benar muncul. Aku tidak rela meninggalkan Tuhanku sejemang saja. Aku menyuiaki
waktu saat di mana aku bermunajad pada-Nya.
Jadi
teruntuk kamu, yang merasa sendiri di dunia ini, tak ada yang menghargai, dan
beranggapan bahwa masalahmu teramat sangat besar, tenang, kawan. Masih ada Dia.
Siapa pun Tuhanmu, percayalah, di antara semua ciptaan-Nya di dunia ini, di
antara mereka yang sudah tak menganggapmu sebagai salah satu dari mereka, masih
ada Dia yang selalu menganggapmu ada. Terlepas dari apakah kamu seorang hamba
taat atau tidak. Maksudku belum. Setidaknya kita masih hidup, jadi perjuangan
kita belum berakhir untuk tetap mencintai-Nya yang Maha Mencintai.
Teruntuk
kamu yang merasa gelisah, aku sarankan mengambil air wudhu dan membaca Qur’an –––atau
apa pun yang kamu gunakan untuk beribadah, karena agama kita mungkin berbeda. Lari
ke narkoba dan minuman memang menyenangkan, tapi hanya sesaat. Lagipula lari
pada hal seperti itu menimbulkan dampak buruk pada diri sendiri. Beda cerita
jika kita lari pada hal positif.
“Tidak
perlu iri atas apa yang orang lain miliki, kamu tidak tahu apa yang telah
diambil darinya. Dan kamu jangan sedih akan cobaan yang kamu terima, kamu tidak
tahu apa yang akan diberikan kepadamu nantinya. Bersyukurlah, dan bersabarlah.”
Itu
petuah yang aku genggam selama ini. Karena pada dasarnya kita tak akan pernah
cukup jika tak pernah bersyukur, kita akan merasa kurang jika tak pernah
menghargai, kita tak akan pernah merasakan jika tak pernah mengalami.
Teruntuk
kamu, teruntuk jiwa yang merasa hampa, masih ada Tuhan kita. Mungkin kita
berbeda, tapi Tuhan tetap satu. Semoga apa yang aku tulis dapat membuat kamu
yang membacanya merasa bahwa masih ada cela bahagia dalam hidup. Masih banyak
orang yang peduli, jika pun tak ada, Tuhanmu masih berdiri kokoh di sampingmu,
menggenggam pundakmu dan siap memapahmu untuk bangkit kembali menjalani
kehidupan.
Aku
bukan hamba yang taat, kawan. Aku hanya seseorang yang ada ketika kamu ingin
berbagi tentang resahnya hidup ini. Kudengarkan ceritamu dengan hikmat, lalu
aku akan mengajakmu mengingat apa yang kamu dapat dan kita bersama-sama
bersyukur Tuhan masih memberi kita kesehatan beserta akal yang dapat digunakan
untuk menyelesaikan masalah.
Semoga
bermanfaat, sekian dan terima kasih.
Wassalamu’alaikum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar