Minggu, 22 Januari 2017

HER JACK AND HIS ROSE | #10DaysKF

Pagi in Dyandra membuka matanya dengan keadaan gelisah. Mimpi buruk itu datang lagi. Tepat jam tiga dini hari Dyandra terjaga dari tidurnya. Sudah seminggu belakangan ia terus kedatangan mimpi buruk. Namun setelah matanya terbuka lebar, ia tak pernah ingat apa yang ia impikan. Mungkin ia masih belum terbiasa di tempat barunya.


Setelah melihat jam di atas nakasnya yang menunjukkan pukul dua lebih tujuh belas menit dini hari, Dyandra mencoba menutup matanya kembali. Tiga puluh menit ia bergulung di atas kasurnya, namun senyaman apa pun tempat itu, matanya sudah terlanjur terbuka. Ia masih terjaga. 


Akhirnya Dyandra memutuskan untuk mengambil wudhu dan melaksanakan sholat tahajud. Setelah sholat, hatinya kembali tenang. Karena matanya tak bisa diajak kerjasama, akhirnya Dyandra memutuskan untuk memainkan ponselnya.


Ada beberapa pesan masuk di sana, termasuk pesan dari Haikal. Senyum tipis Dyandra terulas saat membaca pesan yang tertera di sana. Ajakan kencan oleh Haikal untuk Dyandra. 


Haikal: Babe, kencan yuk. Aku kangen.


Pesan itu dikirim dua jam yang lalu. Jelas Dyandra sudah terlelap. Di Jepang menunjukkan waktu pukul sembilan malam, jadi bisa disimpulkan kalau Haikal belum tidur sampai lepas pukul sebelas. Dyandra hanya menggelengkan kepala. Mengingat kebiasaan kekasihnya itu masih sama. 


Dyandra: Jemput aku dong di Jepang xoxo


Dyandra tahu kalau Haikal tak akan membalas pesannya. Mungkin di Indonesia masih berkisar jam lima pagi. Mustahil bagi Haikal untuk bangun pagi. Apalagi hari itu adalah hari minggu. Tidak ada kelas yang akan membuatnya malas berada di kampus. 


Haikal: Jauh, Babe. Kamu kapan pulang?


Gadis bermata bulat itu mengernyitkan kening. Haikal membalasnya dalam jeda waktu lima menit saja. Apa yang dilakukan lelaki itu pagi-pagi seperti ini? 


Dyandra: Belum tidur?


Haikal: Udah bangun, abis subuhan. Banyakin doa sp tau kamu cpt pulang, hehe. Xoxo {}


Dyandra: Alhamdulillah, rajin ya sekarang :))


Haikal: Dari dulu kali -_____- kamu kebangun lagi?


Dyandra: Iya. Dibangunin sama Allah, suruh sholat tahajud.


Haikal: Bagus dong. Kali aja kamu emg sengaja gk kerasan di Jpg, trs pulang.


Dyandra: Kamu nih ya, nyuruh plg terus -____-


Haikal: Iyalah. Di sini gk asik gk ada kamu, Babe


Dyandra: Masa iya? Aku pikir kamu udah cari yang lain, hehe


Pesan terakhir Dyandra tidak lagi dibalas oleh Haikal. Hanya dibaca. Sampai waktu berjalan lima belas menit pun Haikal tidak membalasnya. Rasa khawatir pun menyelimuti hati Dyandra. Niatnya hanya bercanda. Tapi tak tahu lagi kalau Haikal menanggapinya dengan serius. Bisa saja prasangka Dyandra salah, dan membuat Haikal marah. Setidaknya hal itu lebih baik dibanding mendengar Haikal mengakui kalau dirinya memang bermain api dengan perempuan lain, bukan?


Haikal incoming call...


Dyandra buru-buru bangkit dari tidurnya. Ia menelan salivanya setelah melihat dengan jelas nama Haikal di layar ponselnya. Ia menggeser tombol hijau dengan ragu sebelum akhirnya menempelkan ponsel itu ke telinganya. 


“Halo, assalamu’alaikum,” sapanya dengan suara lirih.


Wa’alaikumsalam,” jawab Haikal di seberang sana. 


“Ke-kenapa telfon, Kal?”


Kangen suara kamu. Kangen sama wajah kamu. Kangen semua hal yang udah pernah kita laluin dan nggak bakalan sama waktu aku jalanin hari-hariku sama yang lain,” ucapan Haikal langsung menghunus hati Dyandra. Ia merasa tersinggung. 


“Maaf, Kal. Aku cuman bercanda,” lagi-lagi Dyandra berkata pelan. Ia menyesal.


Santai aja, Babe. Kamu harus tau, sejauh apa pun aku lari dari kamu, tetep aja kamu adalah tujuan terakhirku. Makasih udah jaga hubungan kita dari jauh. Dengan begini kita bakalan terhindar dari hal yang enggak-enggak, kan?” 


“Iya. Aku seneng kamu mikirnya positif, Kal. Aku sayang sama kamu yang nggak pernah nuntut apa-apa ke aku selama ini,” Dyandra tersenyum kecil di sela ucapannya. Mengingat memori yang pernah ia lalui bersama Haikal.


Balik ke Indo mau aku lamar nggak? 


Pipi bulat Dyandra memerah. Walau Haikal jelas tak melihatnya, namun Dyandra benar-benar malu sekarang. Mungkin membahas soal lamaran tidak boleh dengan nada bercanda. Tapi tetap saja rasanya malu jika membicarakan hal itu dengan orang yang ia inginkan selama ini.


“Ngaco!” ucap Dyandra pelan. Niatnya ingin mendengus kesal, namun suaranya tak terlalu terdengar. 


Loh, serius,” sanggah Haikal. “Kan enak tuh habis nikah, kalau kita jalan atau kencan nggak bakalan ada yang ngelarang. Orang udah sah, iya kan?


“Sekolah dulu deh yang pinter, Kal. Jodoh nggak bakalan kemana-mana.” 


Kamu nggak bakalan kemana-mana juga, kan?


“Kenapa emang?” 


Soalnya kata kamu, jodohku nggak kemana-mana. Makanya kamu jangan kemana-mana ya, Babe. Hehehe,” Haikal terkekeh geli atas ucapannya sendiri. Ia tak tahu di ujung sana, Dyandra mati-matian menahan senyumannya sendiri.


“Bisa aja ya kamu. Emang kalau kencan, mau ajak kemana?” 


Kemana ya? Kamu maunya kemana, Dra?


“Hmm, mau nonton film aja deh.” 


Sederhana banget, Babe. Yang agak nantang gitu loh.”


“Heys,” Dyandra memasang muka sebal. Haikal sudah mulai menjengkelkan kalau berlagak. “Ah, iya, aku pengen lihat film-film lama dan mengunjungi tempat yang ada di film itu. Menantang, kan?” 


Oke, siap. Mau nonton film apa aja?


“Hmm, Laskar Pelangi, Letters to Juliette, dan Titanic. Berarti nanti kita ke Belitung, Paris, sama London ya, Kal? Wah, asik tuh liburan,” Dyandra sengaja membuat suaranya terdengar semenyebalkan mungkin. Ia ingin menggoda Haikal. 


Bisa tuh. Nanti setelah kamu balik ke Indo, kita liburan ke Belitung. Pas nikah, kita bulan madu ke Paris tuh. Nah setelah lahir anak pertama, kita bisa liburan ke London. Gimana, Dra?


Dyandra tercengang. Tak menyangka jika Haikal akan menanggapi candaannya. Suara Haikal terdengar antusias. Seolah tak ada rasa ragu di dalamnya. Seolah semua impian mereka di masa depan dapat dilaksanakan dengan mudahnya. 


Dra, kok kamu diem? Mikirin apa? Ada film lain yang pengen kamu tonton?


“Eh?” Dyandra tersadar dari lamunannya. “Enggak kok, Kal. Aku cuman mikir kalau kenapa kamu nanggepin omonganku. Kamu tau kan aku cuman iseng bilang gitu. Aku nggak pengen morotin kamu dan tega nyuruh kamu siapin liburan ke Paris atau London. Kalau ke Belitung masih aku setujuin.” 


Lah kan buat calon istri sendiri. Lagian aku kepo ya, Babe. Dari sekian banyak film, kenapa kamu pilih tiga itu? Apa karena lokasinya memang pengen kamu kunjungi?


“Aku sama sekali nggak tau Belitung sebelum liat Laskar Pelangi, Kal,” Dyandra mulai bercerita. “Sampai hadir rasa sukaku terhadap anak-anak yang gemar menempuh pendidikan walau dengan keterbatasan keadaan, baik secara ekonomi maupun mental karena liat fil itu. Makanya aku pengen ke Belitung dan melihat sekolah anak-anak Laskar Pelangi. 


Kemudian film Letters to Juliette. Film ini mengisahkan soal jodoh. Seperti teori kamu; sejauh apa pun kamu melangkah, kalau pada akhirnya takdir menginginkan kita bersama, kita bakalan berakhir di pernikahan kok. Bahagia itu gampang, tapi soal sayang, aku rasa nggak semua hati bisa pas satu sama lain. Nggak semua hati bisa melekat erat satu sama lain. Aku sebenernya nggak pengen ke Paris, cuman kalo emang ada kesempatan ke sana, ya nggak masalah.


Lalu film Titanic. Aku selalu jatuh cinta sama Lenoardo de Caprio. Seolah di film ini dia menertawakan orang yang menjunjung tinggi kepercaan kalau cinta itu datang karena terbiasa. Emang berapa lama sih waktu yang diperlukan untuk jatuh cinta? Padahal di kapal itu mereka hanya bertemu beberapa jam aja. Iya kan? Dari film ini, aku percaya kalau cinta itu bukan hanya perkara terbiasa, cinta bakal hadir karena rasa nyaman dan aman. Kita bakalan merasa terlindungi walau kita udah jatuh berkali-kali. Kita bakalan ngerasa bebas walau sedang diikat kencang oleh rasa itu sendiri. Dan London? Aku harap aku bener-bener bisa ke sana bareng kamu, Kal. I love you.” 


Percakapan itu berlangsung sampai waktu subuh di Jepang. Dyandra beranjak dari ranjangnya dan menunaikan ibadah kepada Tuhannya. Dalam doanya, dia bermunajat, agar apa pun yang ia perjuangkan saat ini, ia meminta akan berakhir indah nantinya. Jika pada akhirnya Haikal bukanlah ujung dari perjalanannya, Dyandra selalu berdoa untuk pria itu. Berdoa untuk kebaikannya. Walau dalam hatinya ia juga masih ingin menjadi Rose yang menemukan Jack dalam hitungan hari dan berjuang bersama demi sebuah rasa yang mengeratkan mereka.




-FIN 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar