Minggu, 10 November 2013

Down To Earth

Sial!! Apa yang harus aku lakukan? Mengejarnyakah? Oh, harus aku letakkan di mana muka angkuhku ini? Kenapa selalu dia yang menolongku saat aku dalam kesulitan. Huft, aku harus minta maaf. Oh, haruskah?
"Heii!" oh, apakah dia memanggilku? Tapi, suaranya samar-semar memang seperti suara Donni.
"Hana, kenapa kamu diam?"
"Kau memanggilku?"
"Memangnya siapa lagi yang akan memanggilmu di jalanan ini? Preman-preman tadi?"
"U, untuk apa... kau memanggilku?"
"Terserah persepsi apa yang ada di otakmu. Tapi, aku tak ingin orang-orang seperti mereka menyakitimu."
Apa? Donni berkata apa barusan? Dia tidak ingin aku terluka? Oho, ada apa ini? Aku harus menghampirinya dan menanyakan apa maksud perkataannya barusan. Apa maksudnya seperti itu? Hah? Salah besar jika dia berfikir aku kan memaafkannya dari apa yang dia perbuat kemarin!
"Heh, apa maksudmu tadi?"
"Kau juga tak mengerti?"
"Apanya yang harus aku mnegerti?"
"Aku..."
Tiba-tiba, Donni mengecilkan volume suaranya. Dia aneh sekali hari ini, oh bukan! Sejak dia mempermalukan aku!
"Ada apa denganmu Donni?"
"Hana Maisei! Kamu sangat tolol yah! Apa kamu tidak tau mengapa aku selalu mengusik kehidupanmu? Hah? Aku ingin kau tau, ada aku di sekitarmu dan berharap kau sejenak menoleh sebagai seorang teman, bukan musuh. Tapi, perhatianmu hanya pada kejahilanku. Aku menyukaimu, taukah kau? Itu sebabnya kenapa aku mencari perhatianmu,"
"Apa?"
SHOCK. Hanya kata itu yang ada di benakku. Bagaimana tidak, seseorang yang aku kira membenciku, selama ini menyukaiku. Aku hanya diam karena aku kira dengan begitu, aku dapat menghindar karena ada rasa aneh di sekeliling hatiku. Rasa asing yang mustahil aku wujudkan dengan Donni. Tapi, persepsiku kali ini... SALAH!
"Hana!"
"A, apa?" ujarku gugup.
"Maukah kamu  menganggapku berbeda? Dan menyatukan perbedaan pandangan kita tentang diri kita masing-masing, maukah kamu Hana? Aku menyukaimu, dan yang aku tau tentang cinta adalah, menyatukan dua perbedaan."
"Tapi.."
Aku tak sempat berujar lagi, karena kediamanku terkunci tatapan mata garang Donni. Mata yang bagaikan seekor serigala, namun penuh kehangantan. Oh, apa yang aku pikirkan? Kenapa aku merasa wajah Donni semakin dekat ke arahku? Apa dia ingin menciumku? Lalu, apa yang harus aku lakukan? Aku harus menghindar, tapi, oh terlambat. Mengapa perasaan ini seperti menghempaskanku? Bagaikan jatuh ke Bumi...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar