Kamis, 18 Mei 2017

Rabu, 17 Mei 2017



Ini mungkin akan menjadi hari paling melelahkan dalam satu minggu ke depan. Hari ini adalah puncak penutupan pekan olagraga dan seni di fakultas. Aku menjadi salah satu panitia bagian dekorasi dan dokumentasi. Panitia sempat keteteran. Lelah bercampur emosi sudah melekat dan melebur bersama keringat semua orang.

Hari itu uang mingguanku sudah habis. Aku memutuskan untuk pulang ke rumah setelah menyelesaikan pembuatan sertifikat. Seharian aku tidak menyatap nasi. Saat sampai di rumah, aku membeli sekaleng minuman panas dalam rasa lemon.

Dan tahukah kamu? Hal itu adalah sebuah kesalahan.

Benar, panas dalamku memang sembuh, tapi penyakit lambungku kumat. Perihnya perut saat itu terasa begitu nyeri. Ya namanya orang buru-buru, lapar, bingung, jadi aku hanya memikirkan bagaimana dahagaku hilang tanpa memusingkan apakah minuman itu berdampak pada tubuhku.

Setelah makan sore, aku langsung kembali ke Surabaya lagi. Untung jarak rumahku dan kampus hanya berkisar satu jam perjalanan. Aku berada di kampus tepat setelah adzan maghrib. Acara dimulai setelahnya. Aku kembali memotret beberapa momen dengan kamera pinjaman. Aku tidak punya kamera sendiri.

Acara berjalan lancar. Ada hiburan musik yang mengagumkan dari sembilan jurusan di dalam fakultas bahasa dan seni ini. Dari acara malam ini, aku tersadar betapa berbakatnya orang-orang di sekitarku. Mereka terlihat hebat dengan gitar, lagu, dan juga kostum yang melekat pada diri mereka semua. Yang pada saat kesehariannya terlihat biasa saja, bahkan tidak terhitung dikenal banyak orang, malam itu mereka menampilkan sesuatu yang luar biasa. Tentang siapa mereka ketika melebur bersama apa yang mereka sukai, yang mereka kuasai, dan menjadi dunia mereka.

Sempat kali itu aku merasa iri. Bagaimana aku bisa seperti mereka? Melayang dalam asa di duniaku sendiri. Menikmati alur musik yang merasuk dalam raga. Menciptakan seni yang akhirnya melekat pada para penikmatnya. Syahdu dan menghadirkan damai.

Ah, lupakan! Aku harus banyak belajar. Cukup untuk hari ini. Lelah menggelayuti ragaku. Mataku tak sanggup terjaga lebih lama. Esok jika ada kesempatan, akan aku ceritakan kembali mengenai pengalamanku yang lain. Terima kasih sudah mau membaca.



-the end-

Selasa, 16 Mei 2017



Masih tentang aku yang bergelut dengan tugas. Entah sejak kapan rasanya tugas itu seperti kekasih sendiri, selalu datang walau dalam keadaan apa pun.

Tapi hari ini kampus memberi wejangan untuk libur karena semua gedung di fakultas bahasa dan seni dipergunakan untuk tes SBMPTN. Itu lho, tes masuk perguruan tinggi, kalau kamu tidak tahu. Tapi bukan itu yang ingin aku bahas.

Perkara apa yang aku lakukan hari ini adalah kegiatanku mengerjakan tugas vidio dari dosen mata kuliah Pembelajaran Inovatif. Kemarin sempat pusing dengan pembelajaran ini perkara ada selisih antar anggota kelompok.

Maklum saja, kelompokku isinya rata-rata perempuan. Ya, aku juga perempua. Tapi aku tidak seribet mereka. Misalnya saja mempermasalahkan dialog, lokasi pengambilan vidio, belum lagi pembahasan dalam vidio itu, masih diperdebatkan antar anggota kelompokku. Padahal saat itu kami sedang diburu waktu. Kesal bercampur lelah.

Akhirnya selasa itu kuputuskan untuk menyelesaikan semua tugas. Membatalkan semua janji –––termasuk janji temu dengan unit kegiatan mahasiswa fotografi––– demi menyelesaikan tugas agar anggota kelompokku tidak mengoceh.

Saat vidio selesai diedit, aku meneruskan diri bersantai sejenak. Melihat drama Korea dengan segelas air bening. Jangan harap ada kopi atau sekedar es teh manis di kos. Pada pukul dua belas siang saja aku masih belum mandi. Istilah anak sekarang, aku sedang mager atau kepanjangannya adalah malas gerak. Jadi ya malas keluar kamar.

Setelah hampir tertidur dan vidio drama itu terus berputar, aku langsug bangun dan mandi di sore hari itu juga. Sedikit berkemas dan membersihkan diri, aku merasa lapar. Lalu aku ingat uangku hanya tersisa beberapa lembar ribuan saja. Bahkan tak sampai sepuluh ribu. Sampai lapar menyerang di malam hari. Tak mau ambil pusing, aku ganjal dengan bakpao seharga tiga ribuan. Tak tahunya ketika tengah malam, lapar masih gencar menyerang. Untung saja ada mi instan, lalu aku rebus minya dan aku makan sampai habis. Setelah itu aku putuskan untuk tidur setelah mengetik sebuah cerita pendek di ponselku.

Esoknya aku bangun. Tapi kenapa aku lapar lagi? Aku dilema. Ketidakinginanku untuk bergerak mengambil nasi atau sekedar membeli makanan di sekitaran tempat kos ternyata berpengaruh terhadap perutku yang semakin meronta-ronta.


-to be continued-

Senin, 15 Mei 2017



Manusia itu biangnya lupa. Termasuk aku yang mungkin hampir saja menjadikan lupa sebagai kebiasaan sehari-hari. Bukan hanya karena banyak kegiatan, keteledoranku dalam mengalokasi waktu juga terasa buruk.

Seperti halnya hari ini. Banyak sekali kegiatan yang kulakukan. Mulai dari kuliah, mengejar waktu untuk revisi makalah, belum lagi tugas susulan dari dosen lain. Ilusi menjadi mahasiswa funky di dalam persinetronan Indonesia itu tabu, maya, sangat tidak nyata. Mana bisa mahasiswa yang kerap begadang seperti kami, belum lagi berkegiatan dalam lingkup sosial, atau sekedar nongkrong bareng tetap membuat kami menjadi manusia yang cantik tanpa kantung mata. Mustahil. Ya, mungkin saja. Semua bisa dilakukan, maksudku mempercantik diri di sela kesibukan. Ah, tapi aku masa bodoh. Ingat memakai bedak dan gincu saja sudah untung-untungan.

Kembali ke bagaimana aku keteteran hari ini. Tepat setelah kuliah, kira-kira saat itu pukul dua sore, aku lanjut berangkat kepanitiaan dalam acara pekan olahraga dan seni fakultasku. Di sisi yang lain, seharusnya aku berkumpul dengan komunitas jurnalistik fakultas juga. Mana yang lebih aku prioritaskan? Ah, ini bukan masalah prioritas, mestinya. Lebih ke kegiatan mana yang kuingat sebagai jadwalku hari ini. Dan aku hanya mengingat kalau aku menjadi panitia porsefak.

Sampai acara hari itu selesai pukul lima kalau tidak salah ingat, kemudian aku pulang ke kos dan merebahkan badan ke kasur kesayangan, aku mulai teringat sesuatu. Nyatanya sesuatu itu sangat mengganjal, menganggu pikiranku pada saat itu.

Oh iya! Seharusnya aku ikut perkumpulan jurnalis, kan? Aku lupa? Ya, sudah biasa.

Bukan menyepelekan. Tapi aku mengejek diriku sendiri. Masalah sepele seperti itu saja aku lupa, apalagi kalau hal yang lebih besar. Tungu, tunggu, sepele? Ah, aku salah lagi. Ini bukan perkara sepele. Sekian dari pengalamanku, hal yang kusepelekan malah menjadi bumerang bagiku.

Menyesal? Tentu.

Ya untung saja panitia komunitas baik hati masih mau menerima pelupa dan bandel sepertiku. Masih mau menerima alasan aneh yang sering aku utarakan pada mereka. Satu hal yang aku pegang adalah aku harus berusaha berkomitmen terhadap apa yang aku pilih. Termasuk membalas mereka yang sudah berbagi kebaikan kepadaku.


-to be continued-